Kebijaksanaan
oleh
UP Dharma Mitra (Peter Lim)



       Sang Buddha bersabda : " Rago doso mado moho, Yattha panna na gadhati : dimana terdapat nafsu, kebencian, kemabokan dan kedunguan, disitu tidak terdapat kebijaksanaan".
       Di dalam tindakan sehari - hari yang tanpa disadari, kita telah banyak melakukan kesalahan - kesalahan walaupun adakalanya bertujuan baik. Sering dijumpai, seorang manager yang emosional, mengomeli bawahannya dihadapan orang ramai, tanpa mau tahu, apakah bawahannya tersebut sakit hati atau tidak. Di rumah, adakalanya orang tua menghardik anak - anaknya yang telah dewasa, dengan sejumlah kata - kata yang kurang tepat, walaupun dengan maksud dan tujuan yang baik. Demikian pula halnya di sekolah, Sang guru yang emosional, sering dijumpai tanpa memikir yang panjang, membentak-bentak dan bahkan menyudutkan siswanya yang kurang mampu, dengan sejumlah kalimat yang menyakitkan hati. Dan masih banyak lagi, contoh - contoh yang demikian, yang terjadi di dalam kehidupan sehari - hari. Maksud dan tujuan memang baik, tetapi caranya yang kurang tepat, sehingga memberikan hasil, yang tidak sesuai dengan apa yg diharapkan. Siapapun tidak berkenan diomelin walaupun berada pada posisi salah, di hadapan orang ramai. Mengapa….? Karena kondisi, pasti akan menimbulkan rasa malu dan rendah diri. Dan siapapun di permalukan atau disepelekan, maka suatu saat, pasti akan timbul antipati. Jika kondisi ini yang timbul maka apapun hasil yang diharapkan dari dia, tidaklah akan sesuai seperti apa yang telah diharapkan. Mengapa cara kebodohan ini bisa terjadi….? Semuanya bisa terjadi, tidaklah terlepas dari kurangnya kebijaksanaan yang dimiliki. Orang yang kurang bijaksana akan bertindak dan berlaku semau gue, di dalam meraih apa yang telah dicita - citakan. Di dalam sabda NYA, Sang Buddha menyabdakan bahwa hidup dengan kebijaksanaan adalah yang terluhur. Untuk mengetahui apakah tindakan kita, telah sesuai dan pantas menurut kebenaran serta dapat dikatakan bijaksana, marilah kita simak kembali, 7 hal yang diutarakan Sang Buddha, yang terdapat didalam kitab suciDhammavibhanga sutta yaitu mengenai penguraian tentang Satta Sappurisadhamma ( 7 hal yang dimiliki oleh orang yang bijaksana ). Kalau kita telah memiliki ke 7 hal ini, maka semua tindak tanduk dan keputusan yang diperbuat, pasti tidak akan menimbulkan simpati dan malahan menghasilkan rasa hormat. Yang namanya antipati dan bahkan niat jahat dari pihak lain, akan bisa dihindari. Sang Buddha menyabdakan bahwa tanpa adanya Mata Kebijaksanaan maka seseorang itu, tak ubahnya seperti orang buta yang menginjak lentera penunjuk jalan. Agar kita berhasil melalui jalur kehidupan ini dengan pasti dan tidak meraba - raba, bagaikan orang buta yang tidak tahu pasti, mana yang pantas dilaksanakan dan mana yang harus dihindari, maka sebagai siswa Sang Buddha yang berkeinginan meraih kebijaksanaan, inilah saatnya kita selalu berpedoman kepada ajaran Sang Buddha. Adapun isi dariSappurisadhamma 7 itu adalah:

  1. Dharmannutta : memaklumi kebenaran - kebenaran yang pasti timbul.
           Di dalam kehidupan yang nyata ini, setiap makhluk hidup tidaklah akan terlepas dari apa yang namanya "sukkha dan dukkha" yang datangnya silih berganti dan timbul serta tenggelam. Si A, bisa saja hari ini tampil dengan penuh keceriaan karena keinginannya telah terpenuhi, tetapi bebarapa saat kemudian, setelah mengetahui dompetnya hilang maka keceriaan tersebut, segera sirna dan berubah menjadi kesedihan. Peristiwa suka dan duka, yang datangnya silih berganti ini, tidaklah dapat ditolak atau dihindari, terutama sekali bagi orang orang yg demikian pekatnya, dibelenggu oleh nikmatnya keduniawian. Agar duka tidak begitu kuat membelenggu bathin kita, maka yang pertama sekali harus disadari adalah kebenaran - kebenaran yang pasti terjadi di alam semesta ini, misalnya ketidak kekalan. Benda dan keadaan apapun yg tgerdapat di alam semesta ini, tidaklah kekal keberadaanya. Cepat maupun lambat, pasti akan mengalami proses kehancuran. Dengan menyadari kesunyataan ( kebenaran - kebenaran ) ini, hendaknya kemelekatan akan apapun juga, haruslah sesegera mungkin disingkirkan. Siapapun yang berhasil menjauhi belenggu - belenggu keduniawian maka kebahagiaan akan selalu berada di pihaknya. Untuk mendapatkan kebahagiaan yang hakiki (sesungguhnya), Sang Buddha telah menyabdakan:

    1. Basmilah segera kejahatan yang sudah muncul.
    2. Cegahlah timbulnya kejahatan yang belum.
    3. Timbulkanlah kebajikan yang belum muncul.
    4. Pertahankan dan kembangkanlah kebajikan kebajikan yang sudah muncul.

  2. Atthannuta : memiliki pengertian yang benar akan Dharma ( kebenaran ).
           Dengan dimilikinya pengertian yang benar akan Dharma bahwa segala sesuatu yang timbul, suatu hari kelak pasti akan tenggelam (ketidakkekalan), maka yang namanya derita keluh kesah maupun frustasi, tak akan berpeluang menyerang diri kita.
           Seandainya kemalangan atau kekurang- beruntungan masih juga menimpa diri kita, sadarilah dengan sebaik bainya bahwa hal ini, adalah hal yang lumrah dan pasti (pantas) terjadi, cepat maupun lambat. Di dalam kitab suci Dhammapada Pandita Vagga VI : 83, Sang Buddha menyabdakan :"Lepaskanlah segala hal yang menimbulkan ikata, seperti halnya orang bijaksana yang tak pernah membicarakan segala nafsu dan kesenangan hidup duniawi. Karena itu tidak diganggu oleh kegembiraan dan kesedihan, tidak pernah memperlihatkan rasa senang dan tidak senang". Memiliki pengertian yang benar akan Dharma (kebenaran) akan menimbulkan kebahagiaan yang luhur dan permanen. Mengapa…….? Karena akan terlindung oleh kebajikan - kebajikan yang telah diperbuat dan semua kondisi yang membahagiakan ini, bukanlah sebagai hasil dari belas kasihan (berkahan) dari makhluk lainnya. Didalam sabda Nya, Sang Buddha selalu menekankan bahwa jasa kebajikanlah yang menjadi pelindung, bagi setiap insan manusia, kapan dan dimanapun berada. Itulah perlindungan yang sesungguhnya…!

  3. Attannuta : mampu mengontrol diri sesuai dengan Dharma ( kebenaran ).
           Kelebihan maupun kekurangan yang telah dimiliki, hendaknya tidaklah menimbulkan masalah maupun kedukaan, bagi masyarakat yang ada di lingkungan kita. Hal positif yang seyogianya disadari adalah tidak satu makhluk pun yang logis (pantas ditunding) atas kelebihan maupun kemalangan yang dialami. Semuanya bisa terjadi, tidaklah terlepas daripada hasil/akibat dari karma (perbuatan), yang sudah seharusnya diterima. Hidup yang senantiasa berpedoman pada sila (moral) yang baik dan selalu berkreasi demi keharmonisan, ketentraman dan kesejahteraan semua makhluk, adalah hidup yg sesungguhnya.


  4. Mattannutta : hidup sesuai dengan kebutuhan.
           Salah satu noda bathin yang seharusnya dihentikan adalah keserakahan. "Luddho Dhamam na Passati : Apabila kelobaan telah merasuk , seseorang tidak melihat Dharma (kebenaran) lagi ". Orang serakah dalam hal ini, akan menempuh berbagai macam cara, hanya demi pemuasan akan kehausannya, yang tiada henti - hentinya. Dia tidak akan segan - segannya, menghalalkan segala tindakan negatif, hanya untuk memenuhi ambisinya. Oleh karena itu, agar terlepaskan dari jeratan belenggu bathin, berusahalah terus menerus menyadari akan hakekat dari kehidupan ini. Hidup yang hanya disesuaikan dengan kebutuhan adalah yang sesungguhnya (bahagia), dimana akan terbebas dari keruwetan, kepusingan maupun kekecewaan. Renungkanlah, sabda Sang Buddha ini : "Kamehi Lokamhi Na Hatthi Tuti : Di dunia ini tidak ada kepuasan dalam penikmatan nafsu indrawi ".

  5. Kalannuta : mengatur waktu dengan bijaksana.
           Orang yang selalu berkomentar sibuk dan tiadanya waktu luang, untuk ini dan itu adalah ciri khas orang yang diperbudak oleh waktu. Tipe manusia ini adalah tipe manusia yang belum memiliki pengertian benar, akan pemanfaatan waktu yang sesungguhnya. Tipe manusia ini, pasti akan menderita di dalam aktivitasnya sehari hari. Kalau dia seorang kepala rumah tangga maka kehampaanlah yg akan dijumpai. Dan jika seorang pimpinan maka penyakitlah yg akan didapatkan. Tetapi jika dia bisa mengatur dan menggunakan waktu sebijaksana mungkin, maka semua masalah yg tidak seharusnya muncul akan bisa dihapuskan. Orang bijaksana akan makan dikala makan, istirahat dikala istirahat, rekreasi dikala rekreasi dan tidur dikala tidur. Hidup baginya sangat berarti dan nikmat. Tetapi bagi yg diperbudak oleh waktu, hidupnya bagaikan robot dan telah terprogram sedemikian rupa, sehingga tidak berpeluang sama sekali, untuk meresapi maupun menikmati kehidupan ini, sebagaimana adanya. Bukankah ini yang disebut dengan kebodohan…..?


  6. Parisannuta : bisa mengerti kenyataan kenyataan yang ada di lingkungannya.
           Pada dasarnya, tidak satu makhlukpun yang berkenan terlahirkan dengan kondisi - kondisi yang kurang menguntungkan, misalnya : miskin, bodoh, cacat, jelek dan lain sebagainya. Dimasyarakat jika diketemukan ketimpangan ketimpangan ini, hendaknya memperlakukan mereka dengan sepantasnya. Janganlah hanya dikarenakan kemiskinan, kita sampai tega nian, menghina dan menyelepekan mereka. Dan jangan pula dikarenakan oleh kebodohan, kita mengejek dan mempermalukan mereka. Sadarilah dengan sebaik baiknya, bahwa setiap makhluk, tidaklah terlepas oleh karma ( perbuatan ) nya masing masing. Apapun yang perbuatan maka itulah yang disuatu hari kelak, yang akan diterima. Senantiasalah, bertutur kata yang lemah lembut dan bimbinglah, siapapun demi pencapaian kebahagiaan bersama. Dalam hal ini, kita hendaknya selalu memiliki "positive thinking" disamping menghindari keangkuhan.

  7. Puggalaparopannuta : mengerti akan Dharma (kebenaran) menimbulkan kebijaksanaan
           Dengan dimilikinya pengertian yang benar akan Dharma maka akan memperjelas diri kita, mana yang pantas dilaksanakan dan mana yang harus dihindari, mana yang baik dan mana yang tidak baik, mana sahabat dan mana musuh. Dalam hal ini, kita bisa memaklumi kelebihan kelebihan maupun kekurangan kekurangan orang lain, sehingga yang namanya emosional dan aneka tindakan tercela lainnya, akan bisa disingkirkan. Disamping itu, tindakan dan jalur kehidupan yang dilalui, akan senantiasa dipenuhi oleh cinta kasih serta kewelas asihan.

Kesimpulan
       " Panna naranam ratanam : kebijaksanaan menjadi permata bernilai bagi seseorang ", demikianlah yang disabdakan oleh Sang Buddha. Tanpa adanya kebijaksanaan, maka kesalahan dan kekerasan akan semakin sering dan mudah dilakukan. Berpegang teguh pada ajaran Sang Buddha, dengan berpedoman pada sila (moral) yg baik maka kebahagiaanlah buahnya. Dengan dimilikinya pengertian yang benar akan Dharma, bahwa apapun yang berlaku terhadap diri kita, tidaklah akan selalu sesuai dengan keinginan kita, atau apapun yang terjadi, tidaklah terlepas dari karma yang sudah seharusnya dilalui ( dijalani ) maka kita tidak akan terjerumus ke liang dukkha. Oleh karena itu, hidup sederhana yang disesuaikan dengan kebutuhan (tidak serakah), bisa mengatur waktu dengan baik (tidak diperbudak oleh waktu) dan senantiasa berkreasi demi pembebasan dan kebahagiaan bagi diri sendiri serta semua makhluk adalah cara yg paling ampuh untuk merealisir, kebahagiaan yg sesungguhnya. Didalam sabdanya, Sang Buddha menekankan bahwa kebijaksanaanlah yang lebih mulia diantara semua bentuk (wujud) dari kekayaan.
Semoga dengan dimilikinya kebijaksanaan, hendaknya keberadaan kita di bumi pertiwi tercinta ini, dapatlah merupakan salah satu aset yang berharga, bagi ketentraman, kedamaian, kebahagiaan dan kesejahteraan bangsa dan negara tercinta Indonesia……Sabbe satta sabba dukkha pamuccantu - sabbe sattbhavantu sukhitata : Semoga semua makhluk terbebaskan dari derita dan semoga semuanya senantiasa berbahagia ..Sadhu………….Sadhu……….Sadhu………………




Kebijaksanaan
Terbekahilah Dikau Ibu
Perdukunan
Jangan Lari Dari Kenyataan
Terpujilah Dikau Pahlawanku
Jalan Kebahagiaan

Kebajikan
Jadilah Manusia Yang Berani Hidup
Kebaktian Dan Manfaatnya
Alam Neraka
Masih Terpenjarakah Kita
Index